Alasan Masyarakat Indonesia Belum Beralih ke Kendaraan Listrik

Senin, 07 Juli 2025 | 12:01:28 WIB
Alasan Masyarakat Indonesia Belum Beralih ke Kendaraan Listrik

JAKARTA - Perkembangan kendaraan listrik di Indonesia menunjukkan tren positif, dengan pangsa pasar yang meningkat dari 1,7 persen menjadi 5 persen dalam waktu satu tahun terakhir. Namun, di balik angka pertumbuhan ini, masih banyak konsumen yang enggan beralih dari mobil berbahan bakar bensin atau Internal Combustion Engine (ICE). Hal ini mengindikasikan bahwa adopsi mobil listrik di Tanah Air belum sepenuhnya berjalan mulus dan masih menghadapi berbagai hambatan signifikan.

Salah satu penyebab utama keraguan tersebut berasal dari ketersediaan infrastruktur pendukung yang belum merata. Studi terbaru bertajuk ‘Electric Vehicles in Indonesia: Consumer Insights and Market Dynamics’ yang dirilis Juli 2025 oleh Populix menegaskan bahwa kurangnya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) menjadi penghambat terbesar. Saat ini, SPKLU masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sehingga konsumen di luar wilayah tersebut kesulitan mengakses fasilitas pengisian daya.

Susan Adi Putra, Associate Head of Research for Automotive Populix, mengemukakan dalam diskusi Populix x Forwot Outlook di Jakarta bahwa “Keberadaan SPKLU ini barrier utama kenapa responden tidak mau membeli mobil listrik.” Pernyataan ini memperkuat fakta bahwa keberadaan infrastruktur yang mudah dijangkau sangat menentukan tingkat adopsi kendaraan listrik oleh masyarakat.

Selain infrastruktur yang belum memadai, ada beberapa faktor lain yang memengaruhi keputusan konsumen Indonesia dalam membeli mobil listrik. Bengkel yang enggan menerima perbaikan mobil listrik menjadi keluhan utama, dengan 56 persen responden mengaku mengalami kesulitan. Tidak hanya untuk kerusakan sistem kelistrikan, bahkan perbaikan kerusakan non-kelistrikan pun sulit ditemukan di bengkel-bengkel biasa.

Faktor lokasi pengisian baterai juga menjadi kendala yang signifikan. Sebanyak 53 persen responden merasa kesulitan mencari lokasi pengisian yang dekat dan memadai. Hal ini sangat relevan mengingat mobil listrik membutuhkan akses pengisian rutin agar bisa beroperasi dengan optimal, dan lokasi pengisian yang terbatas jelas membuat konsumen merasa tidak nyaman.

Ketakutan akan jarak tempuh yang pendek per pengisian baterai menjadi alasan lain yang sering muncul, dengan 52 persen responden menyebutnya sebagai kendala. Mobil listrik dengan kapasitas baterai yang relatif terbatas membuat konsumen khawatir terhadap keterbatasan mobilitas, apalagi bila dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar bensin yang dapat menempuh jarak lebih jauh sebelum harus mengisi bahan bakar ulang.

Harga mobil listrik yang masih relatif mahal juga menjadi penghambat penting. Sebanyak 47 persen calon pembeli merasa harga menjadi faktor penentu yang membuat mereka enggan beralih ke kendaraan listrik. Di Indonesia, mobil listrik masih dianggap sebagai produk premium yang belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Selain itu, waktu pengisian baterai yang terbilang lama dibandingkan dengan pengisian bahan bakar konvensional juga menjadi faktor yang menghambat. Sebanyak 43 persen responden menyatakan bahwa durasi pengisian baterai yang panjang membuat mobil listrik kurang praktis untuk kebutuhan sehari-hari.

Beberapa faktor lain yang turut memengaruhi adalah subsidi pemerintah yang dianggap kurang signifikan (29 persen), jaminan keselamatan yang masih dipertanyakan (26 persen), model kendaraan yang dianggap kurang variatif dan serupa dengan produk lain (24 persen), serta kendala dalam proses registrasi kendaraan (9 persen).

Menurut Susan Adi Putra, “Karena mobil listrik ada batas jarak dan kecepatan, ini menjadi perhatian bagi mereka kenapa tidak membeli.” Hal ini menunjukkan bahwa persepsi konsumen terhadap performa mobil listrik masih menjadi tantangan yang harus diatasi oleh produsen dan pemerintah.

Meski mengalami kendala, mobil listrik perlahan mulai mendapat tempat di pasar Indonesia. Namun, faktor keterjangkauan tetap menjadi kunci utama dalam penetrasi pasar. Merek-merek kendaraan listrik asal China banyak mendominasi pasar, khususnya di Pulau Jawa, karena menawarkan harga yang relatif lebih terjangkau dibandingkan merek dari Jepang dan Eropa.

Merek Jepang dan Eropa yang biasanya dibanderol dengan harga lebih tinggi menghadapi persaingan ketat, tidak hanya dari segi harga tetapi juga karena fitur-fitur yang belum familiar di mata konsumen Indonesia. Biaya yang lebih mahal dan kurangnya pemahaman konsumen mengenai keunggulan teknologi kendaraan listrik menjadi tantangan tersendiri bagi merek-merek ini.

Di tengah situasi tersebut, peran pemerintah dalam menyediakan insentif dan memperluas infrastruktur pengisian sangat vital. Ketersediaan SPKLU yang tersebar secara merata dapat mengurangi kekhawatiran konsumen dan mendorong adopsi mobil listrik di berbagai wilayah. Begitu pula dengan program subsidi yang lebih besar dan promosi jaminan keselamatan kendaraan listrik dapat menambah kepercayaan masyarakat.

Lebih dari itu, edukasi kepada masyarakat terkait keunggulan kendaraan listrik seperti efisiensi energi, biaya operasional yang lebih rendah, serta kontribusi pada pengurangan polusi lingkungan juga sangat dibutuhkan. Pemahaman yang baik tentang hal ini dapat mempercepat perubahan perilaku konsumen yang selama ini lebih nyaman dengan teknologi konvensional.

Dukungan bengkel yang ramah terhadap perawatan mobil listrik juga menjadi aspek penting yang harus diperhatikan. Penyediaan pelatihan bagi mekanik dan ketersediaan layanan servis yang memadai akan mengurangi kekhawatiran pemilik kendaraan listrik terkait perbaikan dan perawatan.

Dengan berbagai tantangan yang ada, pasar mobil listrik di Indonesia masih menjanjikan potensi pertumbuhan yang besar. Asalkan hambatan-hambatan seperti ketersediaan infrastruktur, harga, dan edukasi bisa diatasi, maka adopsi kendaraan listrik oleh masyarakat akan semakin meningkat.

Pada akhirnya, perjalanan kendaraan listrik di Indonesia masih panjang dan penuh tantangan. Namun, dengan kerja sama dari berbagai pihak pemerintah, produsen, dan masyarakat mobil listrik dapat menjadi solusi transportasi masa depan yang lebih ramah lingkungan dan efisien.

Terkini

Promo Terakhir PLN: Klaim Diskon Listrik Sampai Hari Ini

Rabu, 17 September 2025 | 09:23:06 WIB

Panen Tiga Kali Setahun, Harapan Baru Petani Pengarangan

Rabu, 17 September 2025 | 09:23:04 WIB

PLN Bangun PLTS Modern Perkuat Sistem Listrik Pulau Enggano

Rabu, 17 September 2025 | 09:23:03 WIB

Komitmen Pertamina Capai Net Zero Emission Kian Nyata

Rabu, 17 September 2025 | 09:23:01 WIB