JAKARTA - Dalam suasana rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan strategi konkret pemerintah untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026. Fokusnya kali ini bukan hanya pada peningkatan pendapatan, tetapi juga penataan pembiayaan agar tetap menjaga keseimbangan fiskal nasional. Pemerintah mengandalkan dua sumber utama: pinjaman luar negeri dan pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL), yang disiapkan untuk menahan guncangan fiskal dari dinamika global.
Sri Mulyani menjelaskan, kombinasi sumber pembiayaan ini menjadi pendekatan fleksibel yang tetap dalam koridor kehati-hatian fiskal. Dengan memperhatikan perkembangan pasar surat utang, pemerintah menyusun skema pembiayaan yang adaptif namun tetap terukur. “Pendanaan defisit selalu kita jaga dengan kombinasi pembiayaan melalui surat utang, pinjaman multilateral-bilateral, dan jika diperlukan, penggunaan SAL,” ujar Sri Mulyani dalam penjelasannya.
Target Defisit Dijaga Tetap dalam Batas Wajar
Dalam Rancangan APBN 2026, pemerintah menetapkan target defisit fiskal sebesar 2,48% hingga 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini masih dalam batas aman berdasarkan kerangka kebijakan fiskal nasional dan di bawah batas maksimal defisit sebesar 3% PDB sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Penyesuaian target ini dilakukan dengan mempertimbangkan arah kebijakan fiskal yang konsolidatif dan tantangan ekonomi global. Kementerian Keuangan terus melakukan koordinasi erat dengan Bank Indonesia, terutama dalam menjaga imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tetap kompetitif namun tidak membebani APBN secara jangka panjang.
Saldo SAL Menjadi Instrumen Andalan yang Efisien
Salah satu sorotan penting dalam strategi pembiayaan APBN 2026 adalah penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL). Sri Mulyani menilai, SAL memiliki peran yang sangat strategis, karena dapat digunakan tanpa menambah beban utang. Dengan saldo awal tahun anggaran 2024 sebesar Rp459,5 triliun dan sisa akhir mencapai Rp457,5 triliun, posisi SAL relatif stabil dan cukup untuk menopang sebagian kebutuhan fiskal jangka pendek.
Dalam sidang paripurna DPR RI sebelumnya, pemerintah telah mengajukan permohonan persetujuan penggunaan dana SAL sebesar Rp85,6 triliun pada semester II 2025. Dana ini direncanakan untuk belanja prioritas serta mengurangi kebutuhan penerbitan utang baru pada periode akhir tahun.
Mencegah Ketergantungan pada Utang Baru
Penggunaan SAL dalam APBN bukan sekadar pilihan teknis, tetapi bagian dari strategi besar pemerintah untuk menghindari ketergantungan pada utang, terutama dalam situasi global yang belum sepenuhnya pulih dari tekanan geopolitik dan perlambatan ekonomi.
“Kami manfaatkan SAL bukan hanya untuk menjaga arus kas, tetapi juga sebagai bagian dari kebijakan fiskal yang lebih bijak, agar tidak terlalu bergantung pada utang,” kata Sri Mulyani dengan tegas.
Dengan cara ini, pemerintah tidak hanya menjaga ruang fiskal tetap longgar, tetapi juga melindungi keberlanjutan fiskal untuk generasi mendatang. Penggunaan dana SAL sebagai pembiayaan non-utang membantu menjaga defisit tetap dalam batas yang dapat dikendalikan tanpa menciptakan tekanan tambahan pada rasio utang terhadap PDB.
Responsif terhadap Perkembangan Ekonomi Global
Strategi pembiayaan yang dirancang Kementerian Keuangan menempatkan fleksibilitas sebagai elemen kunci. Dalam situasi di mana volatilitas pasar keuangan meningkat atau likuiditas global mengetat, pemerintah bisa beralih menggunakan SAL secara optimal. Namun, jika pasar surat utang membaik, maka pembiayaan kembali difokuskan melalui instrumen obligasi atau pinjaman bilateral/multilateral yang efisien.
Pendekatan responsif ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak kaku dalam menjalankan strategi fiskal, tetapi terus beradaptasi dengan situasi pasar, baik domestik maupun global. Sehingga, setiap keputusan terkait pembiayaan memiliki dasar analisis risiko yang matang.
Langkah Menjaga Stabilitas Tanpa Mengorbankan Pembangunan
Meskipun tekanan fiskal meningkat karena kebutuhan belanja yang mendesak di berbagai sektor seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, Sri Mulyani menegaskan bahwa prinsip kehati-hatian tetap dijaga. Tujuannya agar belanja negara tetap produktif, tidak boros, dan memberi dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.
Dengan memanfaatkan SAL dan pinjaman secara berimbang, pemerintah berharap dapat menjaga kredibilitas fiskal, sekaligus mempertahankan momentum pembangunan nasional.
Harapan untuk Keberlanjutan Fiskal di Masa Depan
Menghadapi tekanan global dan tuntutan pembiayaan dalam negeri, Sri Mulyani menegaskan pentingnya pengelolaan fiskal yang berkelanjutan dan kredibel. Strategi pembiayaan defisit untuk RAPBN 2026 ini diharapkan menjadi contoh pengelolaan fiskal yang bertanggung jawab dan berpihak pada kepentingan jangka panjang bangsa.
Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan melalui utang atau dana SAL benar-benar digunakan untuk belanja produktif, bukan sekadar menutup kebutuhan rutin semata. Dengan cara itu, keberlanjutan fiskal tidak hanya terjaga hari ini, tetapi juga diwariskan secara sehat ke masa depan.