POLITIK

Partai Politik Harus Aktif Terus, Bangun Keterikatan Rakyat

Partai Politik Harus Aktif Terus, Bangun Keterikatan Rakyat
Partai Politik Harus Aktif Terus, Bangun Keterikatan Rakyat

JAKARTA - Hubungan antara masyarakat Indonesia dengan partai politik menunjukkan tantangan serius yang memerlukan perhatian mendalam dari seluruh elemen demokrasi. Fakta menunjukkan bahwa tingkat keterikatan masyarakat terhadap partai politik masih sangat rendah. Hanya sekitar 11 hingga 12 persen warga yang merasa memiliki identitas atau ikatan dengan partai tertentu. Data ini mengindikasikan sebuah masalah besar yang berdampak pada kualitas demokrasi dan partisipasi politik di Indonesia.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, mengemukakan realitas tersebut dalam sebuah diskusi bertajuk “Masukan untuk PKS”. Ia menyoroti perbedaan signifikan antara konteks politik di Indonesia dan negara-negara demokrasi mapan seperti Amerika Serikat, di mana masyarakat dengan bangga menyebut diri mereka sebagai anggota Demokrat atau Republik. Sebaliknya, di Indonesia, banyak warga bahkan sulit mengingat nama partai yang mereka pilih dalam pemilu terakhir.

Fenomena ini bukan semata soal elektabilitas yang turun-naik menjelang pemilu, tetapi lebih kepada lemahnya hubungan struktural dan emosional antara rakyat dengan partai politik. Kondisi ini menunjukkan bahwa partai politik di Indonesia masih dianggap sebagai entitas yang jauh dari kehidupan sehari-hari masyarakat, yang berdampak pada minimnya rasa memiliki dan keterlibatan publik terhadap partai tersebut.

Khoirunnisa menegaskan bahwa partai politik tidak boleh hanya muncul dan aktif ketika musim pemilu tiba. Aktivitas partai harus berlangsung sepanjang waktu agar publik dapat merasakan kehadiran dan kontribusi partai dalam kehidupan sosial dan politik mereka. Dengan cara itu, masyarakat tidak hanya mengenal partai saat pemilu, tapi benar-benar merasa memiliki dan terhubung dengan nilai-nilai serta program partai tersebut.

Menurutnya, keberlanjutan dan pelembagaan partai politik yang sehat tidak hanya diukur dari elektabilitas saat pemilu, melainkan juga dari bagaimana partai tersebut menjalankan praktik internal yang transparan dan demokratis. Beberapa indikator yang menunjukkan kesehatan partai meliputi adanya kompetisi internal yang terbuka dan fair, keterlibatan aktif perempuan serta kelompok marjinal, serta transparansi keuangan yang memudahkan publik untuk mengakses informasi tentang partai.

Dalam konteks politik nasional, Khoirunnisa melihat peluang bersejarah bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Kebijakan ini membuka ruang baru bagi PKS untuk lebih berani tampil tanpa perlu bergantung pada koalisi besar. Ini adalah momentum penting bagi PKS untuk membuktikan kualitas kaderisasi dan menunjukkan keberanian politiknya.

Ia menyebutkan bahwa PKS memiliki kesempatan emas untuk menjadi pionir yang mengangkat suara masyarakat sipil. PKS dapat berperan sebagai partai yang bukan hanya sekadar hidup dari dukungan rakyat, tetapi juga sanggup melawan tekanan oligarki dan menjaga nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya. Partai semacam ini diperlukan agar demokrasi Indonesia tidak hanya berjalan secara formal, tapi juga bermakna secara substansial.

Pentingnya peran partai politik di luar masa pemilu juga tercermin dari peran yang harus mereka jalankan sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah. Partai yang aktif sepanjang waktu dapat menyerap aspirasi masyarakat secara lebih intensif dan merespons kebutuhan mereka dengan program yang berkelanjutan. Aktivitas ini dapat membangun kepercayaan dan memperkuat legitimasi politik yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan demokrasi modern.

Keterlibatan perempuan dan kelompok marjinal juga menjadi sorotan penting dalam upaya pelembagaan partai politik yang sehat. Partai harus membuka ruang yang lebih luas bagi kelompok-kelompok ini agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dan kepemimpinan. Hal ini tidak hanya meningkatkan representasi, tetapi juga memperkaya kualitas demokrasi dengan beragam perspektif dan kepentingan masyarakat yang sesungguhnya.

Selain itu, transparansi keuangan dan kemudahan akses informasi tentang partai sangat vital dalam membangun kepercayaan publik. Dengan transparansi, masyarakat dapat memahami bagaimana partai mengelola sumber daya, membuat kebijakan, dan mengambil keputusan. Hal ini membantu mengurangi praktik korupsi dan menyajikan citra partai yang lebih bersih dan profesional.

Lebih jauh, peran partai politik dalam membangun demokrasi yang sehat tidak bisa dilepaskan dari upaya mengedukasi masyarakat tentang pentingnya partisipasi politik yang aktif dan kritis. Partai yang terus-menerus melakukan komunikasi dan edukasi kepada publik dapat meningkatkan pemahaman politik warga sehingga mereka tidak hanya menjadi pemilih pasif saat pemilu, tetapi juga warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya.

Situasi ini menuntut partai politik untuk mereformasi cara mereka berinteraksi dengan masyarakat. Perubahan paradigma dari hanya berfokus pada pemilu menuju pendekatan yang lebih berkelanjutan dan partisipatif harus menjadi langkah utama. Dengan demikian, partai dapat memperbaiki citra dan meningkatkan kepercayaan publik secara signifikan.

Dalam praktiknya, hal ini berarti partai harus hadir dengan program-program yang relevan sepanjang tahun, bukan hanya saat menjelang pemilu. Misalnya, partai dapat menginisiasi kegiatan sosial, forum diskusi, pelatihan kepemudaan, dan advokasi kebijakan yang berkelanjutan. Kegiatan semacam ini akan memperkuat jaringan dan mendekatkan partai dengan masyarakat luas.

Khoirunnisa juga mengingatkan bahwa penguatan internal partai sangat diperlukan agar mereka mampu menjalankan peran tersebut. Sistem kaderisasi yang kuat, manajemen partai yang profesional, dan komunikasi yang efektif menjadi kunci keberhasilan partai dalam memperkuat keterikatan dengan publik.

Secara keseluruhan, tantangan utama yang dihadapi partai politik di Indonesia saat ini bukan hanya soal memenangkan pemilu, melainkan bagaimana membangun hubungan yang kokoh dan berkelanjutan dengan masyarakat. Aktivitas yang konsisten, transparan, dan inklusif akan menjadi fondasi untuk memperbaiki citra partai dan meningkatkan kualitas demokrasi secara keseluruhan.

Kebijakan baru yang memberi ruang bagi partai untuk beroperasi dengan lebih bebas dan berani, seperti penghapusan presidential threshold, memberikan peluang besar bagi partai-partai yang ingin berinovasi dan memperkuat posisi mereka di mata publik. Namun, kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan strategi yang tepat dan komitmen tinggi agar manfaatnya dapat dirasakan luas.

Dengan demikian, peran partai politik sebagai pilar demokrasi harus terus ditingkatkan melalui aktivitas yang nyata dan berkelanjutan di luar masa pemilu. Masyarakat pun akan mendapatkan manfaat dari kehadiran partai yang benar-benar mewakili aspirasi mereka, bukan sekadar mesin politik sesaat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index